“Mas, saya baru pertama kali makan ayam goreng kaya gini. Rasanya asing banget di lidah, dan nggak bisa saya tebak satu pun itu ayam pake apa aja di dalamnya.”
“Sebetulnya sih
bahan-bahan bumbu sama rempahnya yang umum ada di makanan kok, cuma total ada
20 rempah di dalemnya.”
“Apa aja tuh mas 20 tuh?”
“Pokoknya masih bahan-bahan umum kok, salah satunya sih
cengkeh. Yang lain ada lah banyak, hehe”
Percakapan kecil di meja kasir tersebut ditutup senyum
simpul petugas kasir yang sepertinya juga merupakan pemilik kedai Nasi Lemak
Banceuy. Tanpa bermaksud perez pada
si empunya. Testimoni yang saya lontarkan memang benar adanya.
Paket nasi lemak paha ayam pentung yang saya makan memang
rasanya unik. Rasa masamnya ada, rasa asinnya ada, rasa manis, dan sedikit rasa
pedasnya pun ada. Susah dijelaskan sih. Terlebih saat mendengar pemaparan kalau
memang ayamnya dibuat dengan mencampurkan 20 jenis bumbu dan rempah. Berkali-kali
saya mendekatkan paha ayam tersebut ke hidung, namun tidak menemukan aroma
tegas yang saya kenal.
Nasi Lemak Banceuy Set Paha Pentung
Bagian kulit ayamnya benar-benar crispy. Tapi crispy-nya
tidak seperti ayam-ayam tepung fried
chicken yang mudah ditemukan di pinggir jalan. Warna dan teksturnya tidak
kering keemasan, tapi berwarna coklat biasa layaknya seperti ayam goreng biasa.
Namun saya menduga, kulitnya menjadi begitu renyah karena digoreng dengan
telur. Ini karena saya menemukan ada bagian mengering yang sepertinya pernah
saya temukan di masakan ikan tongkol goreng telur yang sering ditemui di warteg.
By the way, saya
tertarik mendatangi kedai Nasi Lemak Banceuy ini karena penasaran. Belakangan,
namanya sering dibicarakan, tapi kok kayanya baru dengar. Saya sebelumnya beranggapan
kalau nama kedai makanan yang menggunakan nama wilayah sebagai bagian dari
jenamanya, merupakan kuliner legendaris. Sama seperti Lotek Kalipah Apo, Bistik
Astana Anyar, Nasi Kuning Pandu, dll. Padahal usianya baru genap setahun di
Bandung. Rasa penasaran pun semakin bertambah dengan penamannya yang
menggunakan istilah “Nasi Lemak”. Karena setau saya, Nasi Lemak itu sebetulnya sama
saja rasanya dengan Nasi Uduk. Hanya saja, istilah Nasi Lemak itu digunakan
untuk hidangan di Malaysia.
Akan tetapi, saya rasa, saya mengerti dengan penamaan Nasi
Lemak di sini. Selain karena penyajiannya yang memang ternyata berbeda dengan
nasi uduk. Istilah nasi lemak bisa mem-branding
menunya sebagai bagian dari wisata kuliner Bandung. Kalau namanya dinamai
Nasi Uduk Banceuy, saya akan membayangkan gerobak berwarna biru muda yang hanya
hadir setiap pagi hari.
Seperti yang saya sebut sebelumnya Nasi Lemak itu ya Nasi
Uduk saja. Buat saya rasanya sama persis kok. Harumnya pun sama saja. Hanya
memang penyajiannya lebih mewah. Tidak ada irisan telur dadar di Nasi Lemak
Banceuy. Namun untuk potongan timun dan taburan kacang gorengnya sih sama. Lalu
favorit saya dalam seporsi Nasi Goreng Banceuy ini ada di ikan asinnya yang
renyah banget dengan cita rasa asin yang pas.
Sebetulnya, banyak paket menu yang menggugah selera sekaligus
rasa ingin tahu. Seperti set sultan yang nampaknya sih segala macam topping ada di situ. Ya ada telor, ya
ada ayam juga, ya ada rendangnya juga. Selain karena memang harganya bikin
kepala banyak-banyak berpikir, bisa dibayangkan juga jumlah kalori yang berada
di dalamnya. Mungkin bisa melebihi kalori seporsi Nasi Padang!
Karena di daftar menu Es Kacang Merah menjadi highlight, akhirnya saya pun memesan
menu dessert tersebut sebagai
penutup. Walau memang saat ini kacang merah sudah mulai umum ditemukan menjadi
rasa atau isian varian banyak brand ice
cream, tapi buat saya kacang merah ini lebih umum sebagai jenis sayur yang
dimakan bersama nasi. Kan, di Indonesia sih positioning
kacang merah memang sudah lama begitu. Sampai, budaya Jepang dan Korea
mulai menginvasi juga Indonesia dari segi kulinernya. Selain kedua negara
tersebut, sepertinya penggunaan kacang merah di makanan pencuci mulut juga umum
di beberapa negara Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Singapura.
Untuk ukuran harga Rp14.000, Es Kacang Merah ini worth it
lah. Porsinya banyak, kacang merahnya enak. Tidak terasa seperti sedang makan
sayur kacang. Pasalnya, walau sebelumnya saya pernah makan dessert kacang merah, biasanya bentuknya sudah tidak berbentuk
kacang lagi. Sedangkan yang ini kan masih berwujud sama dengan kacang merah
yang saya makan dengan nasi. Tapi karena rasanya enak, it’s all good. Di samping kacang merah, di dalamnya juga ada
kolang-kaling, dan cincau dengan potongan panjang-panjang. Ini juga baru buat
saya. Bisa saja menu ini jadi sajian baru berbuka puasa di bulan Ramadan.
Es Kacang Merah di Kedai Nasi Lemak Banceuy
Setelah satu set Nasi Lemak Paha Pentung seharga Rp24.000,
mungkin next time saya akan mencoba
set dendeng bakar cabe ijo ataupun rendang daging. Karena kedua makanan
tersebut, jelas tidak pernah saya temukan berada di atas sepiring nasi uduk
yang saya makan.
Buat yang penasaran juga dengan Nasi Lemak Banceuy ini, bisa
mampir ke Jl. Banceuy No.117. Tapi perlu diingat, lokasinya bukan di Banceuy
yang dekat dengan Alun-alun Bandung, tapi lebih dekat ke arah Viaduct. Tempatnya
tidak begitu besar dan bentuknya memanjang. Tapi cukup untuk sekitar 20 orang
yang duduk secara terpisah di beberapa meja.
Bagian dalam kedai Nasi Lemak Banceuy |
0 komentar:
Posting Komentar