Hari itu saya masuk penjara. Tapi tentu bukan karena kejahatan, namun dalam rangka berwisata. Aneh ya mendengar istilah wisata ke penjara? Saya pun begitu. Namun memang, di plakat pintu masuk Lapas Sukamiskin yang saya datangi pagi tersebut pun tertulis jelas "Lapas Pariwisata". Lebih uniknya lagi, nama orang yang menandatangani plakat peresmian tersebut dapat juga ditemukan di daftar nama penghuni Lapas. Ada yang bisa menebak siapa nama yang dimaksud? :))
Pintu sel penjara Bung Karno di Lapas Sukamiskin |
Btw, tulisan ini
adalah contoh tulisan perjalanan yang terlambatnya keterlaluan. Karena sudah
lebih dari dua tahun sejak momen kunjungan yang diceritakan. Padahal sudah saya
janjikan juga di caption instagram, saat
mengunggah foto-foto tersebut dua tahun silam. Sulit memang bergelut dengan
rasa malas. Sekalinya sedang mood, sudah
lupa.
Dalam kunjungan hari itu, saya tidak sendirian. Sekitar dua
puluh kepala ikut serta dalam tour “Jejak Sukarno di Bandung” yang digagas oleh
Mooibandoeng dan Komunitas Aleut. Lebih dari separuhnya tentu saya kenal betul.
Karena jumlah kami yang cukup banyak, maka rombongan dipecah menjadi tiga
kelompok. Saat kelompok pertama berangkat untuk menuju sel Bung Karno, saya
yang tergabung dengan kelompok dua dikumpulkan di sebuah aula sambil menunggu
giliran.
Lonceng tua di Lapas Sukamiskin |
Oh.. ya, sebelum hari tersebut, saya hanya mengetahui kalau
Bung Karno itu pernah dikurung di bekas Lapas Jl. Banceuy saja. Namun ternyata,
ia sempat dipindahkan dari Banceuy ke Sukamiskin pada penghujung masa
tahanannya. Ironisnya, ia jadi harus merasakan sendiri tidur di bangunan
penjara yang arsitekturnya ia rancang bersama sang guru, yakni Charles Prosper
Wolff Schoemacker. Sebelumnya, saya lebih banyak tahu bekas selnya yang di
jalan Banceuy, karena tempatnya tergolong mudah diakses dibanding Sukamiskin.
Apalagi memang sekarang statusnya sudah menjadi situs sejarah.
Giliran untuk berkunjung pun tiba. Saya dan lima orang kawan
pun bergerak menyeberangi lapangan Lapas yang ukurannya mungkin tiga kali
lapangan olah raga sekolah pada umumnya. Sementara di salah satu sisinya
terlihat dua lapangan tenis berjejer rapi dengan lapangan yang sepertinya baru
selesai dicat. Karena terlihat juga warna merah dan hijaunya masih sangat vibrant.
Blok penjara Lapas Sukamiskin, tempat Sel Bung Karno berada |
Akhirnya kami tiba di blok tempat sel Bung Karno berada. Entah
blok barat atau timur, saya sudah lupa namanya. Ini nih resiko kalau tidak
dituliskan langsung, hehe. Yang pasti saya melihat suasana blok penjara seperti
yang pernah saya liat di serial Prison Break ataupun di film Shawshank
Redemption. Bentuknya memanjang, terdiri dari dua lantai, serta berjarak 2-3
meter antar sel. Namun bedanya, penjara-penjara di film-film tersebut diberi pintu
teralis, sehingga seandainya penjaga melintas di depannya, kita bisa langsung
melihat dari sela-selanya. Nah, beda halnya dengan sel-sel penjara di Lapas
Sukamiskin ini. Setiap selnya menggunakan pintu besi yang tertutup penuh.
Satu-satunya cara untuk melihat ke dalamnya, adalah dengan mengetuk, dan
meminta penghuni di dalamnya membuka lubang intip, atau dengan sekalian saja
membukakan pintunya. Yaa kira-kira sama lah caranya seperti Najwa Shihab
melakukan sidak kepada narapidana sini di acaranya dulu. Kalau nggak dibuka,
kegiatan di dalamnya tak bisa terlihat.
Sel Bung Karno berada di lantai dua, sel nomor satu. Tepat
di ujung blok, dekat pintu masuk. Dari pintunya saja, tampilan sel Bung Karno
ini sudah berbeda sendiri. Selain bertuliskan “Bekas Kamar Bung Karno”, di
sampingnya pun tertulis papan peraturan yang agak cukup aneh. Kalau soal harus
melepas alas kaki, dan dilarang membawa alat komunikasi boleh lah. Tapi kalau soal
peraturan diharuskan berwudhu, dan untuk perempuan yang sedang haid tidak
diperbolehkan masuk sih agak mengundang tanda tanya. Peraturannya kok seperti
akan memasuki hutan larangan yang biasa ada di kampung-kampung adat.
Aturan untuk dapat masuk ke dalam Sel Bung Karno |
Ruangan sel Bung Karno di Lapas Sukamiskin ini jelas jauh
lebih luas dibanding sel Bung Karno di ex Penjara Banceuy yang hanya berukuran
1,5 x 2 M. Yaa ibarat kos-kosan harga satu jutaan di Bandung. Ukurannya sekitar
3 x 4 meter, dengan kloset berada di bawah ranjang yang menempel di dinding. Kalau
ingin buang air, Presiden Pertama RI ini bisa melipat ranjangnya ke atas.
Sementara itu, ada beberapa perabot sederhana seperti kursi,
meja, foto diri, dan lemari. Beberapa perabotannya sepertinya terbilang baru.
Karena memang nyaris tidak mungkin juga menyimpan sebuah barang yang berumur
hampir seabad. Paling tidak, sudah rusak berat di makan rayap. Namun foto-foto
diri Bung Karno tampaknya memang dibiarkan saja rusak oleh usia. Mungkin untuk
memberi kesan jadul. Tapi yang pasti, bukan beliau yang memajang foto-foto
tersebut. Karena foto-fotonya merupakan foto saat ia sudah menjadi presiden. Begitupun
buku-buku karyanya yang terpajang di rak. Lalu di dindingnya, terdapat pula
infografis yang menceritakan tentang sejarahnya di penjara ini.
Tempat tidur dan closet di dalam sel Bung Karno |
Kami hanya diperbolehkan di dalam sel selama 15 menit. Namun
beruntung, kami diperbolehkan untuk berfoto
di dalamnya. Kamera yang sejak masuk tadi ditahan oleh penjaga pun sudah
dikembalikan. Setelah puas mengambil beberapa foto, saya pun bergegas keluar
lebih dulu untuk merasakan kembali suasana blok tahanan. Tepat di dinding
sebelah sel Bung Karno, ternyata terdapat mading yang berisikan daftar nama
penghuni blok! Cukup banyak nama-nama familiar yang menghiasi daftar tersebut.
Contohnya saja mantan Walikota Bandung Dada Rosada, serta the one and only, Setya Novanto. Rupanya, Pak Setnov ini mengisi
sel nomor 3. Yang artinya, hanya berselang satu sel di sebelah sel Bung Karno.
Sementara sel nomor 2 dibiarkan kosong. Namun kalau berita yang mengatakan
bahwa ruangan sel Pak Setnov yang merubuhkan satu dinding agar bisa menikmati luas
ruangan dobel benar adanya, maka saat
itu ia berada tepat di samping tempat kami berdiri.
Sudut lain sel penjara Bung Karno |
Sesungguhnya, saya tergolong orang yang bisa luar biasa merasa senang ketika mendapat pengalaman baru. Maka dari itu, berjalan di lorong-lorong penjara pun terasa membahagiakan buat saya. Ternyata, bangunan penjara itu tak ubah layaknya sebuah bangunan sekolah. Lapas Sukamiskin yang saya masuki pun sedikit banyak mengingatkan saya pada sekolah-sekolah yang masih menggunakan bangunan lama di Bandung. Ada gerbang besar, selasar, lapangan, dan sebuah lonceng besar. Ah.. rasanya bangunan SD saya pun desainnya seperti itu. Sayangnya, kondisi ini tak semuanya bisa diabadikan dalam helai-helai gambar digital.
0 komentar:
Posting Komentar