Entah istilahnya social
distancing, ataupun physical distancing,
mungkin ibu saya merupakan orang yang hingga saat ini kurang familiar dengan frasa
tersebut, padahal keduanya teramat populer di masa menghadapi Corona ini.
Zaman sekarang memang semua orang dapat mengakses internet
dengan mudah melalui perangkat gawai pribadinya, namun tidak demikian dengan
ibu saya. Sejak terjun bekerja mengumpulkan pundi-pundi rupiah sendiri satu dekade
silam, saya sudah berusaha mengenalkan teknologi telepon genggam ini kepada
ibu. Akan tetapi, ponsel-ponsel yang pernah saya berikan hanya teronggok di
sudut lemari kaca ruang tengah. Ujung-ujungnya saya jual kembali dengan harga
yang pasti sudah terjerembab jatuh dari harga belinya.
Oleh karena itulah, ibu adalah orang di rumah yang memiliki
resiko paling besar (amit-amit) tertular Covid-19, karena tidak banyak terpapar
rentetan informasi mengenai virus yang menyerang pernafasan tersebut. Apalagi
walau sebetulnya tak banyak jalan ke mana-mana, ia cukup sering berinteraksi
dengan banyak orang. Hal ini dikarenakan ibu berjualan aneka jajanan di muka
rumah.
Saya cukup bersyukur dengan pemberlakuan work from home dari tempat saya bekerja.
Itu artinya, saya memiliki lebih banyak waktu untuk memastikan orang tua di
rumah setidaknya mengikuti protokol yang disarankan WHO lewat pemerintah.
Baca juga: Sebuah Upaya Untuk Tetap Waras : Catatan Kuncitara #1
Baca juga: Sebuah Upaya Untuk Tetap Waras : Catatan Kuncitara #1
Hadirkan Sesuatu yang
Tidak Biasa
Beberapa hari jelang work
from home, hal pertama yang saya lakukan adalah memesan sejumlah
perlengkapan ‘tempur’ yang memadai via platform
online. Karena pada awal
pemberlakukan physical distancing,
cukup sulit menemukan alat-alat ini di luar. Dua lusin masker kain, dan satu
liter hand sanitizer pun tiba tak
lama setelahnya.
Memang dianjurkan untuk menggunakan sabun dan air yang
mengalir untuk mencuci tangan. Tapi saya ingin coba menghadirkan sedikit pressure kepada orang rumah, dengan
menempatkan sesuatu yang tak biasa di tengah-tengah rumah. Kalau hanya dengan
meletakkan sabun saja di kamar mandi, saya rasa mereka akan sering lupa untuk
menggunakannya.
“Mah, mamah pami kapaksa
ka pasar meningan dianter ku Irfan weh, ulah dugikeun ka naek angkot pokona
mah, diantosan di luar,” begitu saya bilang ke ibu saya. Selain karena
memang penggunaan alat transportasi umum sangat rentan dengan penularan,
lagi-lagi saya ingin menghadirkan sebuah “tekanan” halus pada ibu dengan
melakukan hal yang berbeda. Karena biasanya saya hanya mengantar pada saat
diminta, itupun seringnya ibu hanya minta diantar, tidak ditunggu. Karena tau
biasanya saya harus meneruskan bekerja.
Setiap terdengar suara langkahnya yang khas, yang seperti
selalu tergesa-gesa saat berjalan keluar rumah membuka pintu pagar, saya selalu
bergerak mengejar dan bertanya “mah, mau ke mana?” Dengan begini, malah lama-lama
justru ibu akhirnya bisa menerapkan strategi stock management, agar tidak harus sering-sering ke pasar. Begitupun
ketika saya tidak merasakan keberadaan adik ataupun bapak saat di rumah, selalu
saya tanyakan kepada Ibu. Padahal sebelumnya, saya tidak pernah sebawel ini. Saya yakin pada akhirnya, hal tak
biasa yang saya lakukan sedikit-banyak memberikan penekanan bahwa situasi yang
terjadi sekarang memang seserius ini.
Baca juga: Seni Hidup Di Masa Pagebluk : Catatan Kuncitara #3
Baca juga: Seni Hidup Di Masa Pagebluk : Catatan Kuncitara #3
Memberikan Contoh
Lalu bagaimana soal barang-barang tempur Corona yang sudah
dibeli, apakah langsung ibu saya gunakan? Tentuu sajaaa tidaaak, hahaha.
Setidaknya pada awalnya. Sampai harus saya contohkan terlebih dahulu dengan sesering
mungkin mengambil botol sanitizer, dan membasuh tangan dengan gerakan yang banyak
dicontohkan di konten social media.
Sengaja, hal itu sengaja saya lakukan lebih sering pada saat ada ibu saja.
Kalau sedang tidak ada, karena sedang ke toilet atau ke warung, sengaja saya tunggu
sampai beliau kembali, baru saya pakai sanitizer-nya.
Siasat memberikan contoh terbukti sangat efektif untuk
mengajarkan ibu untuk menghadapi Corona, tanpa harus menggurui. Karena walau
bagaimanapun, manusia itu punya habit untuk
tanpa sadar mengikuti sikap dari orang yang ada di sekelilingnya. Kalau dulu
waktu saya belajar dari workshop selling sih,
istilahnya namanya mirroring. Ilmu
lama terpakai juga kan, hehe.
Lingkungan yang
Suportif
Kedua cara tadi mungkin tidak akan mudah, jikalau personil
lainnya di rumah tidak melakukannya. Untungnya bapak dan adik saya cenderung
mudah diedukasi karena memang kegiatannya sehari-hari masih terhubung dengan
teknologi informasi dari telepon pintar.
Di samping keluarga, pemerintahan RT/RW yang menaungi Gg.
Mastabir pun terbilang sangat aktif dalam menyosialiasikan terkait tindakan
pencegahan dari lingkungan rumah. Mulai dari beberapa spanduk peringatan physical distancing di beberapa titik, penyemprotan cairan
disinfektan ke halaman rumah setiap seminggu sekali, serta imbauan langsung
yang dilakukan door to door.
Memasuki minggu keempat pemberlakuan darurat Corona di
Bandung, Alhamdulillah, sudah tak ada lagi kawanan pemuda yang nongkrong depan
rumah, dan kini hampir seluruh tetangga yang melintas depan rumah, atau membeli
jajanan ibu saya pun selalu mengenakan masker. Ibu pun kini memegang teguh
aturan, kalau warungnya hanya buka sampai maghrib saja. Agar tidak memancing
kerumunan katanya. Toh, Indomaret saja tutup lebih awal. Walaupun dampaknya, revenue penjualan usahanya ibu tentu
jadi jauh menurun. Tapi, yak, memang betul-betul seluruh aktivitas ekonomi saat
ini memang terdampak karena pandemi ini.
Hoax Buster
Berbeda dengan ibu, bapak cukup banyak mendapat asupan
informasi mengenai Covid-19 dari whatsapp
yang sebetulnya nggak
banyak-banyak amat grupnya. Masih rentan terpapar hoax, tapi relatif masih mudah dibujuk. Saya terbilang agak segan untuk
mengirimkan chat informasi atau
apapun di grup keluarga besar. Tapi kali ini, urgensi saya untuk ikut campur
sangat tinggi. Mereka orang-orang tercinta yang sangat saya khawatirkan terkena
dampak dari wabah ini.
Angka positif, dan mortality
rate yang tinggi dalam jangka waktu singkat, tentu sangat mencemaskan. Saya
tidak ingin membayangkan salah satu dari mereka sampai terjerat virus mematikan
tersebut. Walau ada yang bilang semua sudah ada yang atur. Tapi kehilangan itu tak
akan pernah lewat jalan yang mudah.
Biasanya sih untuk mengatasi kesalahan informasi di grup
keluarga, saya akan mencari berita pembanding yang dapat meng-counter sebuah postingan hoax. Beberapa media tergolong cukup
terpercaya sebagai hoax buster. Lalu
ada juga beberapa tokoh panutan para boomer,
yang sering saya jadikan pendapatnya sebuah senjata ampuh. Tapi tetap,
pendapatnya pun harus dicek terlebih dahulu sih. Siapa tau ternyata tidak
sejalan. Saya selalu posting langsung konten/tautannya, tanpa menyertakan
pendapat pribadi. Karena saya yakin mereka akan lebih dapat menghargai pendapat
orang-orang ahli yang mereka hormati.
Baca juga: Bahaya Laten Iliterasi, Dan Teori Konspirasi : Catatan Kuncitara #4
Baca juga: Bahaya Laten Iliterasi, Dan Teori Konspirasi : Catatan Kuncitara #4
Sejujurnya, angka-angka yang di-update setiap harinya kini semakin lama sudah terasa biasa. Tak
lagi menakutkan, tak lagi kemudian membuat panik, atau sampai terasa men-tackle mental. Tanpa bermaksud menganggap
rendah kehilangan sebuah nyawa. Karena justru sebaliknya, seperti yang sudah kita bersama ketahui, angka ini trennya
sangat terlihat masih akan terus menaikkan kurva positif, seperti kebanyakan negara-negara
lainnya di dunia. Ini sudah bukan pertempuran satu malam, tapi pertempuran
jangka panjang yang akan sangat melelahkan semua pihak. Makanya, hal terpenting yang harus dilakukan adalah menjaga dulu diri, dan orang-orang terdekat yang kita cintai.
Kondisi mungkin akan berbeda dengan kawan-kawan yang hidup terpisah dari orang tua, dan kini tak bisa langsung bertatap muka. Tapi akan selalu ada jalan. Bisa dengan mengirimkan kebutuhan sehari-hari, hingga perlengkapan untuk melindungi diri. Tak lupa sering-sering juga menelpon untuk mengingatkan. Berikan sedikit 'tekanan', dengan melakukan banyak hal di luar kebiasaan. Ingat, masih ada sebuah kehidupan yang harus dijalankan setelah wabah ini usai.
Kondisi mungkin akan berbeda dengan kawan-kawan yang hidup terpisah dari orang tua, dan kini tak bisa langsung bertatap muka. Tapi akan selalu ada jalan. Bisa dengan mengirimkan kebutuhan sehari-hari, hingga perlengkapan untuk melindungi diri. Tak lupa sering-sering juga menelpon untuk mengingatkan. Berikan sedikit 'tekanan', dengan melakukan banyak hal di luar kebiasaan. Ingat, masih ada sebuah kehidupan yang harus dijalankan setelah wabah ini usai.
Many machines implement management parameters limiting axis movement past a sure limit in addition to physical limit switches. Make sure the CNC machine store you hire has an organized, productive labor pressure. State-of-the-art tools doesn’t imply a lot utilizing a|with no} staff of proficient laborers. The right machine store will precision machining embody experienced machinists who are skilled to work in high quality|a excessive quality}, streamlined, customer-oriented manner. At Nexus Automation, our machinists have been meticulously skilled within the CNC machining process—not solely do they have many years of expertise, however they'll additionally employ our cutting-edge tools with ease.
BalasHapus