Teori konspirasi bisa menyasar liar tentang apapun yang
terjadi tanpa adanya batasan.
Termasuk bahasan soal Covid-19 yang tengah menjadi pandemi global saat ini. Jauh
sebelum pasien Covid 01 diumumkan pemerintah RI pada 2 Maret 2020, saya sudah
mendengar, dan membaca banyak berita tentang teori konspirasi Wuhan dan Corona.
Mulai dari pernyataan kalau virus Corona cepat menyebar karena ditransmisikan oleh
teknologi 5G, atau virus Corona diciptakan Amerika Serikat melalui Bill Gates
untuk merusak perekonomian China, hingga yang paling terbaru adalah virus
Corona ini merupakan kebohongan yang diciptakan para pemerintah di tiap Negara,
dan elite global untuk menebar
ketakutan bagi masyarakat dunia agar tetap tunduk kepada penguasa.
Untuk pertama kalinya, saya agak kurang menikmati mendengar teori
konspirasi yang menyebar tentang corona saat ini, dan malahan merasa sangat resah.
Apalagi teori ini diberitakan oleh banyak media besar, dan dibahas langsung
secara terbuka oleh banyak public figure
yang mempunyai pengaruh. Alasannya, selain karena memang hal yang dibahas berhubungan
langsung dengan kehidupan yang saat ini sedang dirasakan, hal ini bisa membuat
banyak orang lengah atas keadaan yang terjadi.
Beberapa hari lalu algoritma youtube merekomendasikan sebuah
video tentang teori konspirasi Covid-19 yang didiskusikan oleh Deddy Corbuzier
dan Young Lex di beranda. Setelah saya tonton pada menit ke-5, video berdurasi
total satu jam delapan menit ini sudah bisa saya tebak arah rantai logikanya seperti apa. Polanya sama dengan kebanyakan teori konspirasi yang kurang cukup bukti, dan tanpa diriset dengan literasi, yaitu bermula dari frasa “what if?” yang lahir dari dugaan karena
kejadian, kemudian di-highlight dari hanya dari sisi eksotismenya belaka.
Kalau disampaikan dengan sebuah rangkaian argumen yang baik, mungkin tidak masalah. Tapi dari yang saya ikuti, bahasan
mereka ini sangatlah berbahaya, karena tidak dipaparkan dengan sebuah narasi yang baik.
Malah saya menangkap kesan, kalau video tersebut hanyalah untuk kebutuhan entertainment. Walaupun mereka berulang kali mengungkapkan kalau hal ini hanyalah imajinasi, dan obrolan kosong semata, tapi cukup banyak orang yang sepertinya jadi sangat terpengaruhi. Hal ini bisa saya simpulkan dengan men-skimming ratusan dari ribuan komentar yang masuk, dan membuka kelengahannya. Teori dengan narasi "Corona itu tidak ada", tentu sangatlah berbahaya.
Baca juga: Sebuah Upaya Untuk Tetap Waras : Catatan Kuncitara #1
Malah saya menangkap kesan, kalau video tersebut hanyalah untuk kebutuhan entertainment. Walaupun mereka berulang kali mengungkapkan kalau hal ini hanyalah imajinasi, dan obrolan kosong semata, tapi cukup banyak orang yang sepertinya jadi sangat terpengaruhi. Hal ini bisa saya simpulkan dengan men-skimming ratusan dari ribuan komentar yang masuk, dan membuka kelengahannya. Teori dengan narasi "Corona itu tidak ada", tentu sangatlah berbahaya.
Baca juga: Sebuah Upaya Untuk Tetap Waras : Catatan Kuncitara #1
Dalam videonya tersebut, mereka mempertanyakan pula soal
banyaknya pasien meninggal di masa pandemi yang rata-rata juga memiliki
komplikasi penyakit lain di luar Corona, lalu divonis meninggal karena Corona.
Padahal bisa saja faktor meninggalnya bukan karena Corona, tapi karena penyakit
lain yang sudah lama dideritanya. Hal inilah yang mendasari pernyataan bahwa
Covid-19 merupakan konspirasi elite global untuk mempertahankan kekuasaannya
dengan menakuti masyarakat. Seiring dengan keberadaan kasus seperti itu, pernyataan
instan mereka tentu saja tidak salah, tapi tidak juga bisa dibenarkan. Karena
hal tersebut hanya diasumsikan melalui beberapa kasus saja yang mereka ketahui,
yang disimpulkan dalam hitungan menit, bukan sebuah cara riset yang baik.
Beberapa akun berkomentar membenarkan kasus-kasus yang
diceritakan benar terjadi, dan menimpa pada orang-orang terdekat mereka. Namun
ada juga sebetulnya komentar yang menyatakan justru mengalami hal yang sebaliknya.
Kalaupun ada di beberapa tempat terjadi kematian yang kemudian diperlakukan
salah oleh petugas, atau orang di sekelilingnya, bukan berarti keseluruhan
kasus tersebut bisa langsung disimpulkan demikian. Maka dari itulah, agar tidak
menghasilkan keputusan dengan hasil lebih akurat, di dunia ini ada hal yang disebut
dengan “penelitian”. Tak harus yang berprofesi sebagai ilmuwan yang bisa
mengerti pentingnya riset untuk memutuskan sesuatu. Setiap individu di dunia
ini sebetulnya kan melakukan banyak riset dalam hidupnya masing-masing, mulai
dari barang dagangan apa yang harus dijual dalam aktivitas usaha mereka, hingga
jalan yang harus ditempuh agar tidak macet untuk pergi bekerja. Mereka yang
sukses menemukan jawaban dari setiap permasalahannya adalah mereka yang menganalisa
hasil, dari berulang kali percobaan dengan beragam cara dan variabel tertentu.
Baca juga: Siasat Mengajarkan Ibu Soal Corona : Catatan Kuncitara #2
Baca juga: Siasat Mengajarkan Ibu Soal Corona : Catatan Kuncitara #2
By the way, dua minggu lalu pun tetangga yang ada di
sebelah tempat tinggal saya meninggal dunia secara mendadak dalam tidurnya.
Dalam kondisi seperti ini tentu menjadi keresahan keluarga, ataupun kami,
tetangganya, apakah akibat Covid-19 itu atau bukan. Hal ini pun dipertanyakan
pula oleh pihak RT/RW setempat, dan pengurus tempat pemakaman di mana ia akan
dikuburkan. Tapi dari pihak keluarganya kemudian bisa menyediakan surat
pertanyaan tegas baik dari mereka sendiri, maupun dari dokter yang langsung
melakukan pemeriksaan, bahwa ia meninggal karena komplikasi radang otak yang
dideritanya. Ia pun kemudian dimakamkan dengan cara normal. Jadi, sekali lagi,
tidak bisa sebuah kasus atau kesalahan penanganan pasien sakit kemudian
digeneralisasikan menjadi sebuah fenomena umum.
Lalu, kenapa sih banyak orang yang mudah saja percaya dengan
adanya teori konspirasi yang tak berdasar sebuah penelitian terstruktur? Kalau
saya pribadi menganggap hal ini terjadi ya karena sebagian masyarakat kita ini
adalah masyarakat yang iliterasi, kurang membaca, dan tidak mau melakukan pemahaman
mendalam terhadap suatu hal. Mereka mencari sebuah jawaban cepat dari masalah-masalah
yang dialami saat ini. Ya, karena turunnya pendapatan, stress karena pembatasan
aktivitas, sampai mungkin karena duka yang sedang dialami. Alhasil mereka butuh
sebuah pembenaran atau shortcut yang
kemudian mereka dapatkan dari ucapan kedua orang youtuber tersebut, ataupun media lain yang membahasnya. Mereka
sudah berhasil memengaruhi sisi emosi kita. Kalau sudah hati yang bermain, maka
ucapan kalau “ini hanya imajinasi, dan ucapan omong kosong” pun tidak akan
diingat dan didengar.
Bila teori soal "Corona ini tidak pernah ada" ternyata benar, lalu apa? Apa kemudian hanya menjadi kebanggaan semata? Seperti yang disebutkan Young Lex di akhir video.
Reaksi saya terhadap teori konspirasi Covid-19 ini agak berbeda saat saya menyaksikan diskusi live tentang teori konspirasi antara dr. Tirta, dan Jerinx SID pada Rabu, 29 April. Karena keduanya lebih meriset apa yang diucapkannya. Dua jam diskusi tak hanya menghasilkan kesepahaman antara dua pribadi yang sebelumnya berbeda pendapat, tapi juga memberikan sebuah insight bagi para penontonnya. Keterbukaan input terhadap data yang saling mereka bagikan, menjadikan perbincangan lebih bergizi, dan yang pasti berbicara dengan empati. Bukan sekadar obrolan ngaler-ngidul penuh imajinasi, yang kemudian dapat berdampak buruk terhadap publik yang menyaksikan. Walaupun kemudian beberapa hari berikutnya, pernyataan Jerinx kembali sedikit ramai diperbincangkan karena semakin ngawur, dan tak berdasar.
Reaksi saya terhadap teori konspirasi Covid-19 ini agak berbeda saat saya menyaksikan diskusi live tentang teori konspirasi antara dr. Tirta, dan Jerinx SID pada Rabu, 29 April. Karena keduanya lebih meriset apa yang diucapkannya. Dua jam diskusi tak hanya menghasilkan kesepahaman antara dua pribadi yang sebelumnya berbeda pendapat, tapi juga memberikan sebuah insight bagi para penontonnya. Keterbukaan input terhadap data yang saling mereka bagikan, menjadikan perbincangan lebih bergizi, dan yang pasti berbicara dengan empati. Bukan sekadar obrolan ngaler-ngidul penuh imajinasi, yang kemudian dapat berdampak buruk terhadap publik yang menyaksikan. Walaupun kemudian beberapa hari berikutnya, pernyataan Jerinx kembali sedikit ramai diperbincangkan karena semakin ngawur, dan tak berdasar.
Suka teori konspirasi boleh-boleh saja, asalkan jangan
sampai kemudian jadi kehilangan kepekaan terhadap hal lain yang mungkin
berakibat terjadi di sekitar. Dan yang paling dasar adalah lakukan literasi
sebisa mungkin sebelum kemudian memutuskan sesuatu itu benar atau salah. Tidak
ada jalan singkat menuju kebenaran yang akurat. Ini kan prinsipnya sama saja
dengan hoax yang sering kita terima
di grup-grup WA. Saat mendapat sebuah berita yang sepertinya terasa mind blowing, tonton dan bacalah sumber
lain, diskusi, lakukan pencarian dari lebih banyak sudut pandang. Jangan
biarkan kebenaran yang kita percaya berada di sebuah gelembung bias. Kita
percaya, karena kita hanya ingin percaya bahwa itulah jawabannya. Kumpulkan
data, bandingkan, pelajari, barulah putuskan. Jangan mau terjebak dengan bahaya
laten budaya iliterasi yang hanya inginkan jawaban cepat.
0 komentar:
Posting Komentar