Kalau
ditanya soal pengalaman motret terseru. Tanpa ragu, Rempug Tarung Adu Tomat di
Kampung Cikareumbi Lembang, Bandung, jawabannya. Sungguh brutal, sekaligus menantang
untuk menangkap momen demi momen yang terjadi begitu cepat.
Acara
perang tomat yang berlangsung sejak tahun 2012 ini sebetulnya sudah saya dan
kawan-kawan sesama pegiat foto tunggu selama beberapa tahun ke belakang. Namun
sayangnya, pada tahun-tahun sebelumnya, sosialisasi event ini berlangsung senyap. Hanya segelintir orang saja yang tahu
penyelenggaraannya, sehingga kami selalu melewatkannya.
Sejak tahun
2018 lalu, gelaran La Tomatina Festival ala Kampung Cikareumbi ini mulai
mendapat dukungan besar dari pemerintah setempat. Setidaknya, undangan dan
poster sosialisasi acara dapat dengan mudah saya dapatkan melalui grup-grup whatsapp, dan media sosial. Untuk hari
dan tanggal penyelenggaraannya pun kini lebih ramah wisatawan, karena memiliki
tanggal pasti yang diadakan pada akhir pekan. Beda halnya dengan tahun-tahun
sebelum-sebelumnya yang digelar pada hari ke-14 bulan Muharram yang bisa saja
jatuh pada hari kerja. Bahkan mulai tahun ini, poster yang mereka sebar pun
telah memiliki logo resmi, sekaligus paket yang ditawarkan untuk wisatawan.
Dari paket tersebut, wisatawan akan mendapatkan kaos, helm, dan perisai yang
bisa dipergunakan untuk melindungi diri dari tomat-tomat yang dilemparkan
peserta lainnya. Namun sayangnya, tahun ini saya harus melewatkan kembali acara
ini karena bentrok dengan acara lain.
Bersama
Algi, Mang Tirta, Teh Dian, dan Kang Yasin, yang memang menjadi kawan rutin
saya dalam perihal hunting foto, sudah
sangat antusias dalam menyambut Rempug Tarung Adu Tomat pertama kami yang jatuh
pada 28 Oktober 2018. Rentetan persiapan yang sekiranya akan mendukung
pengambilan foto di lapangan nanti pun kami perbincangkan dengan detail. Mulai
dari angle pengambilan foto agar tak
terkena lemparan tomat, hingga perlengkapan yang harus dipersiapkan.
Hari-H
acara, kami pun sudah dalam persiapan penuh. Jas hujan ponco dikenakan agar
pakaian tidak kotor, dan kantung plastik serta karet untuk melindungi kamera.
Bahkan Mang Tirta pun membawa goggle a.k.a
kacamata renang agar tetap bisa melihat dengan jernih di tengah pertempuran.
Namun rencana tinggallah rencana. Persiapan yang dianggap total, rupanya tak
cukup baik untuk bisa mengejar foto yang diinginkan.
Mang Tirta (ponco biru) dan Perlengkapan Perangnya |
Ketika
aba-aba perang mulai diserukan, dan saya baru saja mengangkat kamera untuk
membidikkan moncong lensa, sekitar dua sampai tiga buah tomat sudah menghantam
kepala dari arah depan dan samping, sehingga membuat pandangan dari balik kacamata
memburam seketika. Saat tombol rana ditekan, hasil foto yang ditampilkan
sedikit tak begitu jelas karena biji tomat dan cairan yang menutupi sebagian
lensa.
Saat baru
saja selesai mengelap kaca lensa yang kotor, cipratan dari tomat-tomat lain
yang hancur karena mendarat di sekitar sudah kembali memburamkan lensa. Lalu
sebuah lemparan telak di samping telinga, cukup dapat melontarkan kacamata saya
hingga terjatuh ke jalan. Setelah saya mengambil kacamata yang terjatuh, saya
pun sesegera mungkin mengungsi ke samping jalan. Masih dengan perasaan hati
yang shock, dan nafas yang memburu,
saya coba membereskan segala hal yang berantakan. Walaupun begitu, serangan
tomat-tomat busuk masih ada saja yang menerpa. Saya memang membayangkan sebuah
aksi saling lempar tomat yang brutal, seperti di video Rempug Tarung Adu Tomat
tahun lalu, dan di video La Tomatina Festival di Valencia yang saya tonton.
Tapi, saya tak membayangkan akan seripuh
ini kondisinya, ketika berada langsung di dalamnya. Mengejutkan, menegangkan,
sekaligus sangat seru. Mungkin suatu saat saya akan memilih mendaftar menjadi
peserta saja, sehingga bisa melempar tomat balik orang-orang yang menyerang
saya tadi, haha.
Beberapa peserta Rempug Tarung Adu Tomat berfoto seusai acara. |
Di balik
daya tarik acara ini, tanpa sadar rupanya konsep yang diangkatnya tersebut juga
memancing kontroversi. Hal ini saya dapatkan dari ratusan komentar yang masuk
setelah saya mengunggah beberapa foto tersebut ke akun Instagram media yang
pada saat itu saya kelola. Komentar-komentar tersebut kebanyakan cacian dan
umpatan, karena menganggap hal ini merupakan sebuah tindakan pemubaziran
makanan. Padahal, saya sudah menjelaskan di caption
foto, bahwa tomat yang digunakan di sini merupakan tomat-tomat yang standar
kualitasnya tidak dapat dijual oleh petani Kampung Cikareumbi ke pasar. Lalu
ada juga yang mengaitkan acara ini merupakan sebuah bentuk syirik, karena terdapat unsur upacara adat istiadat yang
bertentangan dengan agama terkandung di dalamnya.
Namun, saya
pribadi menilai apa yang dilakukan oleh warga Kampung Cikareumbi sendiri murni
merupakan sebuah bentuk aktivitas hiburan dalam pariwisata, serta pemberdayaan sumber daya
sisa yang tak termanfaatkan. Toh, residu dari tomat-tomat yang dilemparkannya
pun akan mereka kumpulkan kembali, dan digunakan sebagai pupuk. Setiap
tahunnya, tomat-tomat sisa yang tak dapat terjual akan selalu menumpuk di
kampung mereka, dan akan memakan banyak sekali tempat.
Tomat yang digunakan dalam Rempug Tarung Adu Tomat. |
Bagi yang
berminat untuk menjajal sendiri pengalaman seru Rempug Tarung Adu Tomat di Desa
Cikidang, Kampung Cikareumbi, Lembang, Bandung, langsung saja bisa merapat ke
lokasinya yang berada tepat di kawasan sebelum Cikole, pada Minggu, 13 Oktober
2019. Akses masuknya bisa melalui Jl. Cikareumbi yang berada tepat di seberang
Balai Penelitian Tanaman dan Sayuran (Balitsa). Perjalanan hingga kampung akan
menghabiskan waktu sekitar 10-15 menit dengan berkendara. Untuk tempat
parkirnya sendiri cukup banyak, namun disarankan untuk membawa sepeda motor
saja agar tidak terlalu kesulitan mencari lahan. Untuk tahun ini, acara akan
berlangsung mulai pukul 8 pagi hingga pukul 12 siang. Tapi ingat! Jangan lupa
untuk menyiapkan dengan baik segala perlengkapannya, termasuk posisi untuk
mengambil gambarnya bila ingin memotret. Saya rasa, kamera yang paling ideal
untuk memotret dan mengambil video untuk acara ini adalah kamera GoPro/action cam ber-casing. Kalau Cuma modal kantong kresek dan karet, siap-siap saja
kamera Anda akan berbau tomat hingga dua minggu ke depan, ditambah dengan
biji-biji tomat yang nyempil di sela-sela tombol dan komponen kamera. :D
Kondisi pakaian dan kamera salah satu pemotret. (kondisi saya pun tak jauh berbeda dari ini) |
0 komentar:
Posting Komentar