Sumber foto: Studiogstock at Freepik.com |
Senjakala media cetak menjadi sebuah topik yang
banyak diangkat sejak awal medio 2010-an. Tentunya bukan tanpa alasan topik
tersebut naik ke permukaan. Perlahan nama-nama media yang sudah terbit puluhan
tahun pun mengumumkan edisi cetak terakhirnya, mari kita sebut saja di antaranya
ada Trax, Hai, dan Bola. Selain karena kalah cepat dalam menyiarkan berita,
biaya operasional pun menjadi faktor lainnya. Saya pun ikut merasakannya,
karena salah satu format media yang saya kerjakan dirilis dalam bentuk cetak.
Beberapa nama besar masih dapat bertahan hingga sekarang, namun mulai terlihat
penyusutan ukuran dan jumlah halaman.
Berdasar dari pengamatan, serta obrolan ringan
dengan kawan-kawan media, sebetulnya senjakala ini juga terjadi pada seluruh
bidang media. Bahkan media online pun
yang digadang-gadang menjadi masa depan dunia media pemberitaan sedang
mengalami hal tersebut. Kehadiran media sosial memang membuat dinamika di
seluruh bidang kehidupan bergerak dengan cepat. Impact yang cukup bikin aware
masyarakat baru-baru ini mungkin adalah berita penawaran pengunduran diri
karyawan si “Televisi Masa Kini” yang menjadi trending topic selama hampir seharian di dunia maya. Padahal secara
konten, media ini terbilang kreatif dalam meramu ide yang diwujudkan melalui
program-program kece. Namun kembali lagi, namanya bisnis harus pula berprofit.
Hal yang tak begitu disadari, namun sebenarnya
kini sudah cukup terasa adalah brand sudah
dapat mengiklankan dirinya sendiri tanpa perantara media. Melalui konten yang
atraktif dan tepat, perusahaan dapat melakukan aktivitas promosi dengan gaya
yang lebih bisa di-customize dengan
strategi branding. Ditambah, hampir
seluruh platform social media sendiri
kini sudah dilengkapi dengan fitur ads
placement yang praktis, dan indikator data performa iklan yang lebih
terukur impact-nya. Oleh karena
itulah, banyak brand kini sudah
mengalihkan budget beriklan mereka
dengan berpartner bersama creative agency.
Tak sedikit pula perusahaan yang serius berinvestasi dengan membentuk tim content creative yang mumpuni untuk
pengembangan bisnisnya pada masa yang akan datang.
Saya ingat sebuah kutipan yang saya dapatkan
saat kuliah Pengantar Bisnis pada semester dua dulu. Entah siapa yang
mengatakan, tapi kutipan tersebut berbunyi, “satu-satunya hal yang pasti di
dunia ini, adalah ketidakpastian itu sendiri.” Jadi memang hadirnya unsur
ketidakpastian dalam bisnis itulah yang kemudian mengharuskan bisnis harus
terus mengembangkan skema pendapatannya. Mungkin memang tak banyak, tapi
beberapa media sudah mulai mengembangkan model bisnisnya. Contohnya saja Kompas
yang mulai berani menawarkan paket berlangganan berita online, di tengah media daring lainnya yang menyajikannya secara
gratis. Dalam model bisnis ini, beberapa artikel dalam situsnya hanya akan
terbuka separuh saja bagi yang tidak berlangganan.
Di Bandung sendiri, ada juga sebuah media yang
terbilang masih sangat baru, namun cukup cepat menggebrak. Dalam sebuah
perbincangan dengan salah satu kawan reporter, ia menyebutkan bahwa media
ini hanyalah pakaian untuk membuat mereka dapat berjalan-jalan dan mem-branding dirinya sendiri. Sedangkan soal
profit, mereka tahu tak bisa
mengandalkan ads placement, sehingga yang
ditawarkan ke client adalah jasa agency, mulai dari pembuatan konten,
pengelolaan media sosial, hingga aktivasi. Saya rasa sebetulnya model bisnis
seperti ini bagi media cukup ideal. Setidaknya untuk saat ini. Saya pun sempat
berencana membangun model bisnis ini bersama beberapa kawan media yang saya
jumpai di lapangan. Namun sayangnya, kebutuhan dasar komunikasi antara kami
tidak terjalin dengan baik, sehingga rencana tinggallah rencana.
Lalu apakah seluruh media kini harus
bertransformasi menjadi agency? Tentu
saja tidak. Walau bagaimanapun masyarakat kita masih memerlukan media-media
yang dapat menjadi sumber informasi kredibel di tengah maraknya informasi hoax yang bertebaran. Dari beberapa
contoh kasus yang saya amati, ternyata ada juga media yang menjual jasa
pengolahan data riset dan investigasi pasar yang mereka lakukan, karena
faktanya, banyak perusahaan yang membutuhkan hal tersebut. Apakah ini akan
menjadi masa depan bisnis media? Belum tentu. Karena pada dasarnya sebuah
bisnis itu hadir sebagai solusi dari apa yang masyarakat tidak miliki dan butuhkan.
Bila suatu saat mereka dapat memenuhi semua kebutuhan yang kini bisnis media
sediakan, maka kita harus mencari kembali kebutuhan lain yang dapat dipenuhi.
Artikel ini tayang juga di: Bisnis Media, Masih Mau Jual Iklan?
Artikel ini tayang juga di: Bisnis Media, Masih Mau Jual Iklan?
0 komentar:
Posting Komentar