Jalan Masuk Menuju Kampung Adat Cikondang |
Baca juga: Filosofi Singkong Kampung Adat Cireundeu
Untuk masuk ke dalam Hutan Larangan, kami diharuskan
melepaskan alas kaki dan masuk dengan melangkahkan kaki kanan terlebih dahulu. Sebuah
batang pohon yang cabangnya melingkar-lingkar cukup menarik perhatian saya saat
mulai memasuki hutan, pasalnya cabang pohon tersebut menjulur sangat panjang
hingga keluar hutan serta sampai meliuk-liuk melewati batang pohon lainnya.
“Ieu teh tangkal Malati Purba, tos aya tilu ratus genep puluh tahun langkung,
tilu sasih kamari pas megarna ge sakampung ieu teh jadi kaambeu seungit” (ini
melati purba, sudah ada lebih dari tiga ratus enam puluh tahun, tiga bulan yang
lalu pada saat pohon ini mekar, seluruh kampung ini langsung tercium wangi),
begitu penjelasan Ki Anom saat menangkap wajah takjub kami ketika melihat pohon
unik tersebut. Keberadan Pohon Melati Purba ini membuktikan janji yang dipegang
Juru Kunci Kampung Adat Cikondang secara turun temurun untuk tetap menjaga
kelestarian alam dengan membuat satu kawasan larangan.
Hutan Larangan ini ternyata tak begitu besar, luasnya hanya
3 hektar saja. Hanya sekitar 50 meter dari pintu masuk terdapat batu-batu
berjejer rapi yang digunakan untuk meletakkan pusaka pada jaman dahulu. Selain
batu-batu tersebut, terdapat pula makam leluhur yang seringkali diziarahi warga
pada hari-hari kunjungan yang diperbolehkan.
Kawasan Hutan Larangan ini terletak tepat di samping
satu-satunya rumah adat di Kampung Cikondang yang tersisa. Setelah kebakaran
hebat pada tahun 1942 silam, hanya rumah inilah bangunan asli yang masih dapat
dilihat di kampung ini. Sementara itu di bagian luar rumah adat tersebut,
terdapat sebuah bale dengan peralatan masak tradisional yang nampaknya masih
aktif digunakan. Rupanya bila istri sang juru kunci sedang datang bulan ia pun
dilarang untuk berada di dalam rumah adat, sehingga bale tersebut disediakan
untuk tidur dan memasak di pekarangannya. Di dapur ini pula kue yang merupakan
cemilan khas Cikondang dibuat. Terutama menjelang acara Tutup Tahun nanti,
dapat dipastikan dapur ini akan terlihat super sibuk dengan kegiatan
memasaknya.
Rumah adat di Kampung Cikondang ini bagian dalamnya sudah
disekat antara bangunan asli yang telah berumur ratusan tahun dengan bangunan
yang telah mengalami renovasi sebanyak 2 kali. Bilik bambu dan atap ijuk menjadi salah satu ciri
khas dari rumah adat ini, dan ternyata atapnya tersebut dapat ditumbuhi oleh
tanaman liar.
Tak jauh dari rumah adat, terdapat leuit yang masih aktif digunakan untuk menyimpan padi. Leuit sendiri adalah tempat penyimpanan
padi dalam kebudayaan Sunda. Sementara alunya sendiri dapat ditemukan di
belakang Bale Paseban yang berada di luar pagar rumah adat. Walaupun desainnya
menyerupai rumah adat, namun ternyata Bale Paseban ini masih terbilang baru
didirikan. Saat kami datang ke Cikondang, Bale Paseban sedang direnovasi karena
ada beberapa bagian atap yang bocor, padahal biasanya bila ada tamu bertandang,
para tamu akan diterima di bale ini.
Dari obrolan panjang
lainnya dengan Ki Anom, rupanya nama Cikondang ini bukan berasal dari nama air
dan pohon Kondang seperti yang kami banyak temukan di internet. Memang
kebanyakan daerah di tatar Sunda banyak yang bernama dengan awalan ci- yang
berarti air, namun berbeda dengan Cikondang, ci- dalam nama Cikondang memiliki
arti aci atau hati, sementara itu –kondang di sini memiliki arti terkenal bukan
karena ada banyaknya pohon Kondang di kampung.
Kunjungan kami ke Kampung Adat Cikondang sebenarnya sudah
selesai pukul 1 siang, namun karena rasanya sayang untuk langsung pulang begitu
saja, kami memutuskan untuk melalui rute Gunung Tilu yang aduhai sampai
menembus jalur perkebunan teh Pangalengan yang rupawan. Terhitung dua kali
balikan kami mengitari rute Gunung Tilu, karena beberapa jalur yang kami tuju
ternyata berujung buntu, dari jalan penuh batu hingga jalan berlumpur yang
mengotori baju. Dua kali balikan hingga Cikondang pun terasa sudah sangat jauh
di belakang. Dua kali balikan hingga Gunung Tilu pun menjadi Gunung Genep.
0 komentar:
Posting Komentar