Pak Ujang namanya, seperti kebanyakan tukang cukur lainnya,
ia pun berasal dari Kota Garut. Entah bagaimana sejarahnya, ia pun tak tahu
pasti mengapa kebanyakan tukang cukur berasal dari Garut, termasuk ia yang
sebelumnya dibawa ayahnya dulu untuk membuka jasa cukur rambut di Bandung. Kini dengan mewarisi
keterampilan yang almarhum ayahnya ajarkan, ia sudah memiliki usaha jasa cukur
rambut sendiri di Jalan Teri bertetangga dengan gudang-gudang penyimpanan ikan
milik para pengusaha di Pasar Andir Bandung.
Sebagai seseorang yang bekerja di industri yang lekat
hubungannya dengan gaya, penampilan Pak Ujang di usianya yang menginjak usia 75
tahun ini pun tak mau kalah kekinian dengan anak muda jaman sekarang. Rambut hitam
slicked back berkilauan tertimpa
sinar matahari, efek olesan pomade yang ia gunakan setiap harinya sebelum
berangkat membuat ia tampil trendy masa kini. Tak lupa kemeja dan celana katun
rapih selalu ia gunakan di kesehariaannya menambah kesan dandy percaya diri.
Bisnis barbershop Pak
Ujang ini ia bangun bergaya semi-outdoor dengan
menggunakan atap teras sebuah gudang persediaan ikan dan sebuah spanduk bekas
untuk menutupi bagian belakangnya, sedangkan bagian samping kiri dan kanan ia
biarkan terbuka untuk sirkulasi udara. Saat ia memulai bisnisnya pada tahun
60-an, terdapat 8 orang kapster asal Garut termasuk dirinya yang berbagi lapak
jasa cukur di sepanjang Jalan Teri. Hingga pada tahun 2016 ini, tersisa hanya
Pak Ujang dan Pak Arun sahabatnya, yang membuka jasa cukur di area tersebut,
sedang 6 teman seangkatannya sudah meninggal dunia.
Pada tahun 1963, saat pak Ujang memulai usahanya, ia masih
berusia 22 tahun dan berstatus bujangan. Artinya sudah 53 tahun ia menjadi
tukang cukur dan telah mencukur ratusan ribu rambut dari kepala berbagai macam
orang. Beberapa diantaranya yang saat pertama kali dicukur ketika masih kecil oleh
Pak Ujang datang kembali untuk minta dicukur rambutnya, dan mereka banyak yang
sudah menjadi pengusaha besar ataupun pejabat. Ada pula orang dari luar pulau
yang sebelumnya pernah merantau di Bandung saat muda, kemudian saat mereka
sedang mengunjungi Bandung, mereka sempatkan untuk mencukur rambut mereka di
Pak Ujang.
Tukang cukur memang memiliki peran merapikan rambut yang
berantakan sehingga sang pelanggan dapat tampil lebih baik di depan umum, namun
tanpa kita sadari peran mereka lebih dari itu. Karena saat sang kapster sudah
membentangkan kain penutup ke badan pelanggan mereka, disitulah para
orang-orang yang duduk di kursi panas mulai bercerita tentang apa saja. Ada
yang mengajak diskusi persoalan politik negeri, ada juga yang berbicara tentang
pertandingan klub sepakbola kesayangannya, dan bila sudah merasa cukup dekat
dan intim dengan sang kapster, mereka pun tak ragu berkonsultasi tentang
permasalahan pribadinya. Bisa dibayangkan, Pak Ujang yang sudah puluhan tahun
menekuni usahanya sebagai tukang cukur telah mendengar ratusan ribu cerita yang
berbeda-beda setiap harinya. Berbagai perspektif, paradigma dan karakter telah
ia temui hanya dengan berdiri di balik cermin dan memegang gunting serta pisau.
50 tahun berlalu, Pak Ujang kini telah memiliki 5 orang anak
dan 5 orang cucu yang masih bersekolah, namun belum ada yang meneruskan usaha
dan keterampilannya.
50 tahun berlalu, tempat yang sama, profesi yang sama, kota yang
berubah muka, rekan yang hilang dan menua, namun tersimpan ribuan cerita dari
ribuan kepala.
0 komentar:
Posting Komentar