Terik siang gersang dan sebuah gedung olahraga besar yang
disesaki ribuan orang menjadi perkenalan pertama saya sebagai mahasiswa baru di
sebuah kampus yang sering orang pelesetkan sebagai Universitas Padahal IKIP,
karena sebelum namanya yang sekarang, kampus ini dikenal sebagai institusi
pendidikan di Kota Bandung pencetak calon guru yang populer dengan nama IKIP
(Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Kampus UPI (Universitas Pendidikan Indonesia)
sering dinamakan kampus Bumi Siliwangi, setelah bangunan art deco dan tanah sekitarnya
yang menjadi ciri khas kampus ini dibeli pemerintah, namun tetap saja bangunan
ini lebih sering disebut dengan nama Villa Isola sampai sekarang, nama yang
digunakan saat sang pemiliknya Dominique Willem Berretty masih hidup. Bumi
Siliwangi sendiri kini lebih sering diingat sebagai nama lain kampus utama UPI
yang berada di Jalan Setiabudi Bandung daripada nama pengganti untuk Villa
Isola.
Kaki saya merasakan bahwa kampus Bumi Siliwangi ini luar
biasa sangat luas, setidaknya yang pernah saya kunjungi. Terasa sangat jomplang
rasanya ketika sebelumnya saya bersekolah di sebuah sekolah menengah yang
ukurannya bahkan hanya seukuran dari luas masjid kampus ini, belum terhitung
bagian terasnya.
Belum ada fakultas ekonomi saat itu, baru ada ekonomi
sebagai jurusan dengan 6 program studi di dalamnya. Sebuah gedung tua 3 lantai,
menjadi basecamp mahasiswa keenam program studi tersebut. Satu ruangan yang
dikenal dengan Ruang C menjadi ruangan kelas yang paling sering digunakan
mahasiswa Program Studi Manajemen Non-Dik, disebut non-dik karena di UPI banyak
sekali program studi yang menggunakan nama manajemen ; Manajemen Pariwisata,
Manajemen Perkantoran, Manajemen Bisnis, terus program studi Manajemen yang
menghasilkan lulusan sarjana ekonomi harus disebut dengan program studi “Manajemen
Aja”?
Bumi Siliwangi 2005 sangat jauh berbeda dengan Bumi
Siliwangi 2016, kala itu masih sangat banyak lahan kosong yang dibiarkan
menganggur Jadwal kuliah yang menggunakan berbagai gedung yang letaknya
berjauhan menjadi hal yang tak terlupakan di masa awal kuliah. Ketika Jadwal
kuliah di pukul 7 pagi berlokasi di Ruang C yang notabenenya terbilang dekat
dengan gerbang, pukul 9.30 kami mahasiswa mesti hiking ke arah Gymnasium yang
terletak di ujung kampus dan menanjak. Ruangan perkuliahan yang masih sedikit,
namun program studi yang terus bertambah menjadi kendala yang diselesaikan
dengan mempergunakan berbagai ruangan tidak terpakai untuk dijadikan ruang
kuliah. Gedung gymnasium hanya salah satunya, di sebelah gedung tersebut
terdapat sebuah gedung kecil yang dinamai gedung ex-sat, ex-sat merupakan
singkatan dari ex-satpam, yang konon katanya dulu digunakan sebagai basecamp
para Satpam yang bertugas di UPI. Satu gedung lainnya yang menjadi kenangan
tempat perkuliahan yang tidak dirasakan angkatan-angkatan setelahnya adalah
gedung sekolah SMK Vijaya Kusuma, yang sering disingkat dengan sebutan Viku.
SMK Viku terletak tepat di seberang kampus Bumi Siliwangi.
Satu yang bisa saya banggakan kepada teman-teman saya yang
berkuliah di kampus lain adalah, “kampus
Urang mah aya kolam renang jeung lapangan sepakbola-na”. Sebuah kolam
renang dengan tiket masuk seharga sepiring nasi, telor ceplok dan tempe orek di
Warteg Harjay (Harapan Jaya) sudah cukup untuk berenang sepuasnya nepikeun ka tutung. Tepat di bagian
depan kolam renang, terdapat sebuah stadion sepakbola dengan kualitas perawatan
yang cukup baik dan seringkali digunakan oleh tim sepakbola kebanggaan rakyat
Jawa Barat Persib Bandung untuk berlatih. Kala itu Persib diperkuat oleh kiper impor
dari Thailand, Kosin Hattairattanakool yang menjadi idola. Setiap sesi latihan
selesai, Bobotoh dari kalangan Mahasiswa dan Mahasiswi yang jadi penggemar
sepakbola dadakan sudah mengantre untuk mendapatkan foto bersama atau sekedar
minta tandatangan. Satu arena olahraga lainnya yang dimiliki Bumi Siliwangi
adalah Stadion Santiago Berdebu, pelesetan dari Stadion kebanggan klub Real
Madrid Spanyol, Santiago Berneabau. Kondisi lapangan yang berdebu romantis
tanpa rumput dan tribun yang membuat orang menjulukinya demikian. Keberadaan
arena olahraga di UPI bukan tanpa sebab, karena di kampus ini jurusan
pendidikan Olahraganya sangat tersohor mencetak atlit dan para guru olahraga.
Tentunya untuk memaksimalkan fasilitas yang ada, mahasiswa jurusan non-olahraga
pun diberdayakan sebagai bahan experiment kurikulum olahraga. Sebanyak 3 SKS
dari total 144 SKS yang harus diambil selama masa perkuliahan mesti disisihkan
untuk berlari dan berenang di arena yang disediakan.
Mungkin hal yang masih sama antara hari ini dan satu dekade lalu
adalah tempat nongkrong, UPI Net masih menjadi primadona lokasi hangout
favorite, namun entah system penggunaan internetnya seperti apa sekarang. Dulu
di awal perkuliahan saya harus mengantri berjam-jam untuk registrasi penggunaan
UPI Net lewat KTM (kartu tanda mahasiswa). KTM tersebut berisikan 2000 credit point yang setara dengan 2000
menit penggunaan fasilitas internet selama masa perkuliahan, yang nyatanya 2000
credit point tersebut bahkan tidak
pernah bertahan sampai setahun masa
perkuliahan. Setiap akan menggunakan fasilitas UPI Net, KTM yang dimiliki
digesek layaknya kartu kredit untuk dapat login di dalam salah satu unit komputer
dengan waktu penggunaan maksimal dalam sekali login hanya 120 menit, yang
nyatanya banyak mahasiswa yang rela mengantri kembali untuk login demi
mendapatkan internet gratis tak terbatas, jaman dimana Steve Jobs bahkan belum
menemukan Iphone. Dan UPI Net lah saksi tak bernyawa dimana saya belajar
menggunakan Yahoo dan Friendster, yak Friendster bukan Facebook, dan sebuah
akun yahoo bernama cukup alay.
UPI, satu perguruan tinggi yang dulu terkenal cukup hemat
biaya kuliahnya (kala itu). Dengan biaya pendaftaran hanya kurang dari 2 juta
rupiah, semua biaya sudah beres dan sudah bisa mendapatkan sebuah kalender dan
jas almamater, sedangkan SPP yang harus dibayarkannya per semester hanya
sebesar Rp. 625.000 termasuk uang praktikum. Silakan dibaca baik-baik khusus
bagi mahasiswa yang masih berkuliah saat ini.
Fasilitas Koran lokal yang dijual di Koperasi Mahasiswa dan
dapat dibeli cukup dengan mengeluarkan selembar uang kertas bergambar Kapiten
Pattimura pun menjadi fitur favorite saya. Tak lupa segelas jus Alpukat ukuran large dengan harga 3 ribu rupiah yang ikut menemani selama memindai
Koran sampai habis. Sayang mereka tidak menyediakan sandwich telur ceplok, dua lapis roti berisikan manfaat protein
dengan sambal sachet melengkapi. Layaknya cerita empat tahun setengah di Bumi
Siliwangi, berisikan banyak manfaat namun berbumbu sedikit pedas disana sini.
0 komentar:
Posting Komentar