Pagarsih, sebuah daerah di kota Bandung yang terkenal dengan
toko percetakannya dan hanya ada satu jurusan angkot yang melintas langsung di
jalan ini. Satu daerah yang cukup nyaman aksesnya karena berada di tidak
terlalu jauh dari pusat kota Bandung. Sebuah daerah dimana jumlah penduduk
tionghoanya cukup banyak dan tinggal berdampingan dengan pribumi. Saya salah satunya,
kedua orangtua saya saat menikah lahir dan besar di pagarsih, ayah saya
merupakan warga gang luna, ibu saya tinggal di gang mastabir, yang menjadi tempat
saya dibesarkan dan tinggal sampai sekarang.
Gang Mastabir ini unik karena lebar jalannya makin lama
makin mengecil sampai di ujung, sehingga hanya warga yang di dekat dengan mulut
gang saja yang bisa memiliki mobil untuk di parkir di halaman rumahnya. Sedang
saya, tinggal di rumah paling ujung dari gang mastabir, dan memiliki struktur
bangunan yang unik pula dikarenakan rumah saya dilintasi sebuah parit kecil
yang mengalir menuju sungai Citepus, sehingga bentuk tempat tinggal saya
layaknya sebuah trapesium yang salah satu sisinya terdapat sisi siku-siku 45
derajat. Tinggal di samping parit dan dekat dengan sungai menjadikan pengalaman
tersendiri untuk saya, dulu saat masih kecil saya tidak mengenal istilah septic
tank, karena semua kotoran dari toilet langsung mengalir menuju parit di
samping rumah saya, yang ketika banjir datang, kotoran-kotoran ini bisa meluap
kembali ke dalam rumah. Pagarsih dari sejak dulu adalah area yang rutin terkena
banjir kiriman dari meluapnya sungai citepus, walapun termasuk jarang mengenai
rumah warga di dalam gang, paling kejadian banjir yang airnya masuk kedalam
rumah itu terakhir saya rasakan di tahun 2006 yang sebelumnya saya alami juga
di tahun 1997, namun bila melihat rumah atau toko yang lokasinya tepat di
samping jalan utama Pagarsih, terutama di bantaran sungai citepus, kita bisa
melihat semua gerbang rumah tersebut dibuat tinggi dan tanpa celah untuk
menahan banjir.
Selain banjirnya ada satu cerita menarik mengenai sungai
citepus, tepatnya di sebuah kanal yang melintasi tepat di sepanjang pasar
ulekan, tepatnya saya lupa tahun berapa, namun saya ingat dalam sebuah
perayaan agustusan di tahun tersebut, panitia tidak membuat panggung agustusan
seperti biasanya, namun mereka menebar ratusan ekor ikan lele untuk dijadikan
lomba memancing, hanya pada bulan agustus di tahun tersebut, sepanjang kanal
pasar ulekan dipenuhi oleh warga dengan tongkat pancingnya yang membuat saya
berpikir, warga pagarsih ternyata banyak sekali yang punya alat pancing,
padahal di pagarsih jauh dari kolam pemancingan, tapi mungkin saja para
bapak-bapak yang mengeluarkan alat pancing tersebut dulu memang hobi memancing
di situ aksan pada tahun 60-70an, karena memang lokasi situ aksan tidak jauh
dari pagarsih.
Ada beberapa perubahan yang saya alami semenjak kecil di
jalan pagarsih ini, salah satunya kini pandangan saya di balkon lantai 2 rumah
sudah tidak dapat lagi melihat bangunan dari menara Bank Harapan Sentosa yang saat
ini digunakan oleh bank Mayapada karena dilikuidasi tahun 1998 bersama dengan
krisis moneter di Indonesia, tidak lama setelah gedung itu diresmikan.
Satu kejadian lain yang tak terlupakan di suatu sore tahun
1996 ketika sebuah pesawat latih jatuh di pertigaan jalan Jamika dan Jendral
Sudirman yang notabenen lokasinya cukup dekat dari tempat tinggal saya di
pagarsih, kontan warga terdekat dan dari penjuru kota berduyun-duyun melihat
lokasi kecelakaan, termasuk saya yang dibawa oleh orangtua saya menggunakan
motor, dan jalanan kala itu macet sekali untuk ukuran tahun 1996. Api saat itu
masih berkobar, tapi tidak menyurutkan warga untuk melihat lokasi jatuhnya
pesawat, walaupun mereka belum dibekali sebuah gadget yang dibekali alat
pengambil gambar seperti sekarang ini. Mungkin yang ada di benak warga pagarsih
kala itu, tidak setiap hari ada pesawat jatuh, di Jamika pula dekat dari rumah.
Kejadian ini menewaskan belasan orang termasuk awak kapal dan pedagang kaki lima
yang berdagang di sekitaran lokasi.
bagus narasinya, serasa hadir di lokasi. Terimakasih
BalasHapusSama-sama, terima kasih untuk apresiasinya :)
HapusSaya sempat mencari berita jatuhnya pesawat di jl jamika, krn ingin sy ceritakan pd anak sy yg skrg sdh menginjak usia 23 thn, akhirnya ketemu berita elekesekeng.net....hatur nuhun pisan....sy pindsh dari padalarang, skrg sdh jd warga aksan yg ternyata dekat jamika......terimakasih untuk apresiasinya
BalasHapusIya, memang sulit untuk mencari berita tersebut, karena pasti saat kejadiannya dulu, belum ada media yang menulis dalam format berita online, kang. 🙏
Hapuswaktu kecil, saya tinggal di Jatayu. Pas kejadian ini saya diajak almarhumah mamah untuk ngeliat. Boro-boro keliatan, pasesedek nu aya. Mamah saya pingsan karena asmanya kambuh.
BalasHapusNuhun, Kang, atas dokumentasinya
Sami-sami kang
HapusIni cerita ibu saya waktu itu saya masih bayi di bawa jualan di bandung, tiba" pesawat jatuh api berkobar menghanguskan kios seblah toko ibu saya, ada beberapa teman ibu saya yg hangus terbakar di sana
BalasHapus